Mitos Antara Mirah Dan Golan Ponorogo

Ponorogo merupakan salah satu wilayah yang cukup dikenal dengan kota seni dan budaya. Selain seni REOG, Ponorogo juga memiliki banyak legenda yang hingga kini masih beredar ditengah-tengah masyarakat,  salah satu cerita yang melegenda di Ponorogo bahkan menjadi mitos hingga saat ini antara lain legenda tentang kejadian masa lalu di Desa Golan dan Mirah (kini menjadi sebuah dusun di Desa Nambangrejo), kedua wilayah tersebut tepatnya berada di Kecamatan Sukorejo Ponorogo.

Cerita turun temurun tersebut hingga kini terus berkembang di tengah-tengah masyarakat Ponorogo. Banyak sekali kejadian aneh yang berkembang antara kedua wilayah ini, salah satu fenomena yang terjadi antara lain adalah air dari Desa Golan tidak mau bercampur dengan air dari Mirah, ada juga cerita bahwa antara warga Golan dan Mirah akan mengalami kebingungan ketika membawa benda atau barang dari Desa Golan ke Mirah dan sebaliknya. Bahkan warga Mirah tidak diperkenankan menanam kedelai, warga Desa Golan dan Mirah jika bertemu dalam acara hajatan dimana saja  akan mengalami gangguan, dan yang paling sakral bahwa antara kedua warga dari wilayah tersebut sampai kini tidak akan pernah terjadi perkawinan antara warga Desa Golan dan Mirah, bahkan mereka selalu menghindari terjadinya perkawinan antar kedua warga karena kedua warga tersebut meyakini akan membawa sial apabila melanggar.

Beberapa mitos yang berkembang di masyarakat Ponorogo sebagaimana tersebut sampai kini masih dipegang erat oleh anggota masyarakat dari kedua wilayah tersebut. Kondisi tersebut terjadi tidak lepas dari cerita turun menurun yang diwariskan leluhur mereka terhadap kisah nenek moyangnya yang saling mengutuk karena permasalahan pernikahan antara putra-putri kedua tokoh yaitu Ki Honggolono selaku tokoh Desa Golan dan Ki Ageng Mirah dari Desa Mirah.

Terjadinya mitos tersebut berawal dari perselisihan antara tokoh leluhur warga Golan dan Mirah yang akan menikahkan kedua putra-putrinya. Singkat cerita bahwa dahulu kala di Desa Golan hiduplah seorang tokoh terkenal yang memiliki kesaktian tinggi serta gagah berani dan disegani oleh masyarakat sekitarnya, bernama Ki Honggolono. Karena sikap kebijaksanaan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Ki Honggolono, beliau diangkat menjadi Palang atau kepala desa dan mendapat sebutan Ki Bayu Kusuma. Ki Honggolono memiliki adik sepupu yang bernama Ki Honggojoyo yang lebih dikenal dengan sebutan Ki Ageng Mirah. Ki Honggolono memiliki seorang putra yang tampan dan gagah perkasa yang bernama Joko Lancur.

Joko Lancur, merupakan pemuda tampan yang cukup terkenal karena sebagai putra dari seorang tokoh yang terkenal, namun pemuda ini mempunyai hobi buruk yakni  menyabung ayam dan mabuk-mabukan. Sedangkan Ki Ageng Mirah mempunyai putri yang sangat cantik bernama Mirah Putri Ayu atau Putri Kencono Wungu. Putri Ki Ageng Mirah memiliki paras yang cantik sehingga menjadi bunga desa dan mendapat julukan Putri Ayu Mirah Kencono Wungu.  Sementara Joko Lancur yang memiliki kegemaran menyabung ayam tersebut, kemana pun ia pergi tak pernah pisah dari ayam jago kesayangannya dan pada suatu hari ketika akan menyabung ayam, Joko Lancur melewati wilayah Mirah. Ditempat itulah ayam kesayangannya lepas, maka gundah lah hatinya. Berbagai cara dilakukan untuk menangkap ayam tersebut namun berbagai upaya tersebut belum berhasil hingga akhirnya ayam tersebut masuk ke ruang dapur Ki Ageng Mirah.  Putri Kencono Wungu yang sedang membatik di dapur sangatlah terkejut melihat ada seekor ayam jantan yang masuk ke dalam rumahnya. Dengan sigap maka Putri Kencono Wungu berusaha menangkap ayam tersebut dan berhasil, hati putri bunga desa tersebut pun sangat senang karena ternyata ayam jantan tersebut jinak.

Baca Juga :  Legenda Ponorogo

Rasa senang dan gembira sang putri pun ternyata tidak berlangsung lama karena pemilik ayam datang mencarinya, alangkah kaget nya Joko Lancur melihat ayam kesayangannya ternyata berada dalam pelukan perawan cantik jelita yang belum dikenalnya. Joko Lancur tidak segera meminta ayam kesayangannya tersebut, namun justru terpesona akan kecantikan sang Putri Ayu Kencono Wungu. Pandangan pertama Joko Lancur tidak bertepuk sebelah tangan karena sang putri cantik jelita tersebut pun juga sangat mengagumi akan ketampanan Joko Lancur. Sehingga keduanya saling curi pandang, berkenalan hingga menaruh sama-sama suka diantara mereka. Joko Lancur tidak mengetahui jika ternyata pamannya Ki Ageng Mirah memiliki putri yang sangat cantik dikarenakan Putri Ayu Kencono Wungu merupakan gadis pingitan yang tidak boleh bergaul dengan sembarang orang.

Ditengah keasyikan mereka sedang bercengkerama serta sudah di mabuk asmara, tiba-tiba Ki Ageng Mirah masuk ke dapur dan menemukan Joko Lancur sedang berdua dengan putrinya. Ki Ageng Mirah pun marah kepada Joko Lancur karena dianggap tidak memiliki tata krama serta tidak memiliki sopan santun karena telah berani masuk kerumah orang lain tanpa meminta ijin pemilik rumah terlebih dahulu. Kemudian dengan tenang Joko Lancur menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, namun Ki Ageng Mirah tidak mau peduli terhadap penjelasan Joko Lancur sehingga akhirnya Joko Lancur pun segera diusir dan disuruh segera meninggalkan rumahnya. Joko Lancur segera pulang dengan perasaan malu dan cemas, namun di benaknya selalu teringat akan kecantikan Putri Kencono Wungu.

Kejadian yang barusan dialami oleh Joko Lancur menjadikan kebiasaannya yang selalu membawa ayam kesayangannya ke mana pun pergi menjadi berubah, karena dengan kejadian tersebut menjadikan Joko Lancur justru lebih sering mengurung diri dalam kamar, banyak melamun, juga sering tidak makan dan tidak tidur karena memikirkan akan kecantikan Putri Kencono Wungu. Kondisi adanya perubahan drastis terhadap kebiasaan anaknya tersebut membuat ayahnya Ki Honggolono sedih dan akhirnya ditanyakan kepada anaknya apa yang membuat putranya bisa seperti itu, Joko Lancur menyampaikan kepada ayahnya jika dirinya sedang jatuh hati pada Putri Ki Ageng Mirah,  melihat kondisi anaknya tersebut dan merupakan anak semata wayangnya, sehingga dengan sigap Ki Honggolono segera menuruti keinginan putranya untuk melamar Putri Kencono Wungu.

Setelah dicari hari yang tepat maka berangkatlah Ki Honggolono menuju rumah Ki Ageng Mirah untuk melamar sang Putri Kencono Wungu. Kedatangan Ki Honggolono disambut dengan muka ceria oleh Ki Ageng Mirah, meskipun dalam benak Ki Ageng Mirah tidak sudi memiliki calon menantu seorang penjudi sabung ayam yang memiliki hobi mabuk-mabukan. Ki Ageng Mirah berupaya menolak lamaran tersebut dengan cara yang halus agar tidak menusuk perasaan keluarga Ki Honggolono yang cukup disegani karena memiliki kedigdayaan serta dan dihormati oleh warganya, maka di terimalah lamaran tersebut namun dengan memberikan beberapa syarat yang diluar batas kemampuan manusia.

Baca Juga :  True Love Story Dewi Sekar Taji and Panji Asmoro Bangun in Babad Ki Godeg, Chapter I

Syarat yang diajukan Ki Ageng Mirah antara lain adalah supaya dibuatkan bendungan sungai untuk mengairi sawah-sawah di Mirah serta serahan atau upeti berupa padi satu lumbung yang tidak boleh diantar oleh siapapun, dalam arti lumbung tersebut harus berjalan sendiri. Karena demi membahagiakan sang anak serta merasa mampu maka syarat tersebut pun di sanggupi oleh Ki Honggolono.

Dengan disanggupinya seluruh persyaratan tersebut oleh Ki Honggolono maka Ki Ageng Mirah sebenarnya merasa khawatir dan berusaha menggagalkan pembuatan bendungan dan pengumpulan padi yang dilakukan oleh Ki Honggolono. Sementara itu Ki Honggolono dengan bantuan murid-muridnya tetap bekerja keras untuk membuat bendungan dan mengumpulkan padi. Berkat kerja kerasnya tersebut dalam waktu yang singkat seluruh persyaratan yang diajukan Ki Ageng Mirah pun hampir mendekati keberhasilan. Dengan melihat keberhasilan apa yang dilakukan Ki Honggolono dalam memenuhi persyaratan yang diajukan, selanjutnya Ki Ageng Mirah menemukan strategi untuk menggagalkan apa yang dilakukan Ki Honggolono dengan meminta bantuan Genderuwo untuk mengganggu pembuatan bendungan serta mencuri padi-padi yang sudah dikumpulkan.

Namun upaya penggagalan yang dilakukan oleh Ki Ageng Mirah ternyata diketahui oleh Ki Honggolono. Sehingga Ki Honggolono pun tidak mau lagi mengisi lumbung dengan padi, tetapi diganti dengan damen (jerami) dan titen (kulit kedelai). Dengan kesaktian yang dimiliki oleh Ki Honggolono, jerami dan titen tersebut disabda menjadi padi. Ki Ageng Mirah yang mengetahui bahwa isi lumbung bukan lagi padi, maka genderuwo utusan Ki Ageng Mirah beralih mengganggu pembuatan bendungan dengan menjebol bendungan yang belum selesai dibuat tersebut. Upaya terhadap penggagalan pembuatan bendungan tersebut pun diketahui oleh Ki Honggolono, dengan kesaktiannya kemudian meminta bantuan kepada buaya yang jumlahnya ribuan untuk menangkap genderuwo apabila mereka tetap mengganggu pembuatan bendungan. Akhirnya genderuwo dapat dikalahkan dan pembuatan bendungan berjalan lancar.

Setelah semua persyaratan sudah lengkap, maka Ki Honggolono menyabda lumbung padi untuk berangkat sendiri yang diikuti oleh rombongan mempelai laki-laki. Rombongan mempelai laki-laki awalnya disambut baik-baik oleh Ki Ageng Mirah namun karena Ki Ageng Mirah juga bukan orang biasa, dengan kesaktiannya Ki Ageng Mirah tahu apa isi sebenarnya lumbung padi yang dipersembahkan oleh mempelai laki-laki tersebut.

Dihadapan para tamu undangan yang hadir Ki Ageng Mirah menyabda isi lumbung padi tersebut dan seketika berubahlah padi dalam lumbung menjadi jerami dan titen seperti semula.

Peristiwa tersebut mengakibatkan terjadinya adu mulut antar ke dua tokoh dan berlanjut dengan adu fisik diantara keduanya. Ketika terjadi adu kekuatan pada kedua orang tua mempelai, maka Joko Lancur mencari calon istrinya Putri Ayu Kencono Wungu dan setelah bertemu karena kedua orang tuanya tidak saling merestui atas pernikahannya dan bahkan beradu kekuatan maka mereka berdua  memutuskan untuk bunuh diri. Sementara masih terjadi peperangan antara kedua tokoh, bendungan yang dibuat oleh Ki Honggolono pun ambrol dan terjadilah banjir bandang yang menewaskan banyak orang.

Baca Juga :  Pacitan Aji Budaya

Setelah peperangan antara kedua tokoh berhenti, maka Ki Honggolono maupun Ki Ageng Mirah mencari anak-anak kesayangannya hingga berhari-hari, namun yang terjadi setelah ditemukan ternyata putra Ki Honggolono sudah tewas bersama calon istri dan ayam kesayangannya. Jasad Joko Lancur kemudian dimakamkan bersama ayam jago dan makam tersebut diberi nama Kuburan Setono Wungu.

Setelah peristiwa tersebut, dihadapan para murid dan warga sekitar yang masih hidup Ki Honggolono besabda : “Wong Golan lan wong Mirah ora oleh jejodhoan. Kaping pindo,isi-isine ndonyo soko Golan kang ujude kayu, watu, banyu lan sapanunggalane ora bisa digowo menyang Mirah. Kaping telu, barang-barange wong Golan Karo Mirah ora bisa diwor dadi siji. Kaping papat, Wong Golan ora oleh gawe iyup-iyup saka kawul. Kaping limone, wong Mirah ora oleh nandur, nyimpen lan gawe panganan soko dele”. Sabda tersebut kira-kira artinya adalah ;

1. Warga Desa Golan dan Mirah tidak boleh melakukan perjodohan
2. Segala jenis barang dari Desa Golan tidak boleh dibawa ke Mirah dan sebaliknya seperti kayu, batu, air dan lain sebagainya
3. Segala jenis barang dari kedua Desa Golan dan Mirah tidak bisa dijadikan satu
4. Warga Desa Golan tidak boleh membuat atap rumah berbahan jerami
5. Warga Desa Mirah tidak boleh menanam, membuat hal apapun yang berkaitan dengan bahan kedelai

Silahkan ! Percaya atau tidak percaya bahwa kelima hal tersebut sampai sekarang masih berlaku di sana dan menjadi tata krama yang hingga kini dari kedua warga tidak ada yang berani melanggarnya. Sudah beberapa contoh yang melanggar hal tersebut secara sengaja atau pun tidak sengaja dan berujung pada tertimpa musibah. Salah satunya saat ada seorang warga desa lain yang mengadakan upacara pernikahan dimana peralatan yang di pinjamnya berasal dari Desa Golan dan Mirah hingga akhirnya menjadikan nasi yang dimasak tidak bisa matang. Contoh lain adalah, seseorang yang mencampur hasil panen padi di sebuah mobil dari kedua desa yang akhirnya tidak bisa menemukan jalan pulang. Termasuk catatan pernikahan di KUA setempat hingga kini tidak ada catatan pernikahan antara warga Golan dan Mirah.

Demikian salah satu mitos yang pernah terjadi di kota reog Ponorogo, mudah-mudahan mitos ini menjadikan pelajaran yang positif bagi generasi penerus sehingga legenda ini menjadi potensi seni budaya yang patut dilestarikan.

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.